Ticker

6/recent/ticker-posts

Akibat Banyaknya Tambang Batu Bara Sungai Lematang Enim Diduga Tercemari.

ekspostborneonews ///Muara Enim_ Keruhnya aliran Sungai Lematang Enim (SLE) yang diduga tercemar oleh limbah beberapa perusahaan di sekitar hulu sungai hingga kini masih belum bisa diselesaikan oleh Pemkab Muara Enim.20/04/22.

Kondisi keruhnya aliran SLE ini bisa dikatakan sudah cukup lama dirasakan masyarakat Kabupaten Muara Enim yang notabenenya setiap hari bergantung menggunakan sungai tersebut untuk kebutuhan sehari hari.
Menurut pengakuan sejumlah masyarakat aliran sungai lematang enim ini sering terjadi keruh dan bercampur lumpur saat musim kemarau apalagi hujan yang curahnya cukup tinggi malah semangkin parah keruh bercampur lumpur yang mengair di sungai ini.

Terjadinya perubahan lingkungan seperti ini tentunya akan mempengaruhi segala hal baik itu kesehatan masyarakat maupun ekositem atau keberadaan kelangsungan makhluk hidup yang ada di dalamnya.

Terkait itu, Plt Kadinkes Slamet Oku Asmana menerangkan dampak yang terjadi ketika mengkonsumsi air yang tercemar tergantung  dengan jenis jenis dan kandungannya namun jika mengandung timbal (mercury) sudah jelas akan menyerang syaraf dan otak.
Namun Oku menjelaskan sampai saat ini pihaknya masih belum tahu dan menerima laporan dari hasil riset DLH maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang bekerjasama dengan lembaga yang kredibel tentang lingkungan hidup yang bisa menilai.

"Saya belum bisa menentukan dan menilai apakah SLE ini sudah tercemar, jika ada pastinya segala penyakit penyakit akan muncul, seperti terjadinya kolera," terangnya.

Terpisah, Kepala Dinas DLH Kurmin menjelaskan pihaknya sudah berulang ulang mencari sumbernya karena air setiap saat berubah apa lagi di musim hujan.

Selain itu, jika dampak pencemaran ini berasal dari tambang kita sudah tidak ada lagi kewenangan untuk memberikan sanksi, karena kewenangan tersebut sudah dimiliki oleh kementrian.

"Setiap hasil pemantauan kita sudah laporkan ke kementerian, namun hingga saat ini masih belum ditindak lanjuti," jelasnya.

Kurmin mengatakan dengan adanya perubahan peraturan ini pihaknya merasa tidak bisa apa apa.

"Apa lagi sekarang mereka ada alat sparing di setiap tambang yang langsung ke kementrian, saya juga pernah bilang coba di cek alat itu apakah ditempatkan di ember, sehingga dikementrian bagus terus," ujarnya.


"Kita tidak ada kewenangan untuk mendindaknya, namun untuk tambang resmi saya sudah menegaskan apabila berani dengan sengaja membuang limbah saya tidak akan sungkan sungkan untuk memenjarakan," tegas kurmin.

Ditempat berbeda Dirut PDAM melalui Dirtek PDAM LE, Subroto mengatakan memang benar dampak dari keruhnya SLE ini begitu merugikan pihaknya, untuk pengolahan air tersebut pihaknya lebih banyak membutuhkan biaya.

Subroto mengungkapkan jika air baku PDAM LE Cabang Ujanmas hari ini tidak bisa diolah.

"Sangat dilematis, PDAM LE disini sebenarnya menjadi korban, dengan keruhnya SLE ini kapasitas kami hanya bisa mengolah 100ntu, untuk saat ini rata rata air baku kita paling kecil 500ntu," ungkapnya.

Meskipun dengan keterbatasan yang ada pihaknya tetap menganalisa terus, baik dari penggunaan tawas dan alat lainnya.

"Disatu sisi PDAM dicela dan dikatai bodoh oleh semua pihak tapi sangat disayangkan kami tidak diberikan senjata untuk mengolah air ini, dengan segala kekurangan itu baik dari pompa dan lain lainnya kami dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, kan dilemastis namanya," ucap Subroto.

Lebih lanjut Subroto berharap kepada pemerintah maupun perusahaan perusahaan yang bergerak di pertambangan untuk peka dan memberikan suport moril dan peran sertanya untuk membantu PDAM LE didalam pengolahan air baku ini.

"Kita harus saling membantu dalam hal ini, karena air adalah sumber kehidupan bagi kita semua, masyarakat harus mengkonsumsi air dengan hasil yang terbaik," imbuhnya.

Sementara itu, Yusrin Denseri selaku Tokoh Masyarakat menegaskan pihak DLH melakukan cek sampel rutin kadar sungai dan harus melakukan investigasi, jika memang terbukti pembuangan limbah pihak DLH harus melakukan tegoran dan pemberitahuan.

Akan tetapi jika berdasarkan regulasinya memang tidak ada wewenang DLH atau di dinas TK II setidaknya harus memberikan rekomendasi kepada instansi yang lebih tinggi.

"Intinya seperti ini semua harus terbuka, jangan sampai hiruk pikuk ini semakin berkembang," tegas Yusrin. (Raswan)

Posting Komentar

0 Komentar